Berbahagialah Menjadi Manusia Nusantara

Assalaamu ‘alaikum sedulur -sedulurku yang terkasih. Saya harap sampeyan semua dalam keadaan sehat wal afiat. Bagi yang sedang sakit, saya do’akan semoga lekas diangkat penyakitnya dan gugurlah dosa-dosa sampeyan semua. Amiin.

Tak lupa juga saya berdo’a, semoga karir dan pekerjaan sampeyan semua gilang gemilang bak bintang di pojok sekolah TK sana. Halah, itu mah lukisan dinding-nya bakul jajanan di TK situ 🙂

Disertai rintik hujan dan nafsu bercinta  makan yang lagi berkurang, saya posting sebuah tulisan yang bersumber dari pengalaman saya ketika saya masih muda ketika itu. Yupz, pengetahuan ini saya dapat ketika saya berusia 19 tahun. Maaf saya ndak mengupload foto saya ketika masih imut-imut tersebut. Lagi ndak ada tikus maupun binatang buas semacamnya yang lagi nongkrong di celana kamu. Itulah alasan saya. Titik!

Flashback ke zaman muda waktu itu…. Pada waktu itu saya sedang menimba ilmu pelet administrasi pada salah satu lembaga pendidikan yang ternama di Purwokerto.

Salah satu intruktur kami bercerita panjang lebar tentang pengalamannya ketika kuliah di negeri Ratu Elizabeth. 

Ketika Beliau kuliah disana, pada suatu waktu ada kesempatan untuk berkeliling ke beberapa negara yang ada di sekitar Inggris. Namun bukan itu yang menjadi kisah utama postingan ini.

Beliau adalah “penggila” buku. Ketika itu, Beliau menemukan sebuah buku yang berasal dari negeri Belanda.

Buku yang menohok jiwa Beliau sebagai orang Jawa asli (sepengetahuan saya, Beliau adalah priyayi yang sangat menjunjung tinggi adat istiadat Jawa) adalah isi buku dari Belanda tersebut.

Apakah isinya? Ternyata nama-nama warna.

Halah, nama warna kok menohok jiwa, emangnya broadcast-nya mas Darsono yang lagi jualan buku? Halah!

Yupz, bagaimana tidak tertohok, ternyata nama-nama warna yang ada di buku tersebut adalah nama-nama warna yang diciptakan oleh masyarakat jawa.

Tertohoknya lagi, sebagai orang Jawa justru Beliau baru tahu nama-nama warna tersebut di negeri orang, bukan di tanahnya sendiri!

Salah satu nama yang ada di buku tersebut adalah banteng ketaton.

Sepengetahuan kami, banteng ketaton adalah banteng yang terluka. Ketika reformasi dulu, banteng ketaton adalah simbol yang ditujukan kepada salah satu partai besar yang kebetulan bendera partainya bergambar banteng.

Tahukah kalian, ternyata banteng ketaton adalah nama warna. Ya, nama warna seperti hijau, merah dan biru.

Masyarakat jawa menggunakan nama tersebut untuk dua warna yang bercampur menjadi satu. Warna hitam dan warna merah. Percampuran antara warna hitam dan warna merah ini, oleh masyarakat jawa diberi nama banteng ketaton. Nah lho?

Selain itu, ada satu lagi nama yang ternyata adalah juga nama dari dua percampuran warna lagi. Apakah itu? ijo royo-royo!

Yupz, ternyata ijo royo-royo adalah juga nama warna yang dicetuskan oleh masyarakat Jawa. 

Ijo royo-royo adalah nama untuk percampuran warna hijau dan kuning 🙂

Hanya bengong kaya jomblo akut kambing ompong. Itulah yang terjadi di kelas kami ketika sang instruktur itu menerangkannya kepada kami.

Kenapa bengong? ya eya lah, lha wong kami baru tahu tentang hal tersebut.

Bagi teman-teman yang belajar move on sejarah, bisa jadi itu adalah hal yang tidak asing. 

Mungkin teman-teman pernah mendengar atau mungkin pernah membaca buku, THE HISTORY OF JAVA. 

Buku yang ditulis oleh Thomas Stamford Raffles tersebut, konon katanya bersumber dari buku-buku kuno yang ada di salah satu istana yang ada di Jawa ini.

Dan konon kabarnya, oom Raffles mengangkut ribuan naskah dan buku-buku luar biasa yang ditulis oleh para leluhur kita ke negeri Belanda sana. Untuk apa? Itulah yang menjadi pertanyaan besar saya selama ini. Untuk apa?


Bagi saya, Belanda adalah penjajah yang super cerdas. Mereka tidak hanya menjajah kita secara fisik saja, akan tetapi, secara pemikiranpun kita dijajah sedemikian rupa oleh mereka.

Contoh konkritnya adalah cerita tentang Ken Arok yang konon katanya adalah keturunan penjahat. Saya yakin, banyak diantara orang Jawa yang mempercayai kisah tersebut. Ken Arok dan keturunannya adalah keturunan penjahat, perampok, pemerkosa!

Ahai… ternyata mitos tersebut adalah cerita hoax yang tujuannya adalah menurunkan moralitas para priyayi Jawa yang pada waktu itu lagi semangat-semangatnya mengobarkan semangat perjuangan melalui organisasi-organisasi modern. Yupz, 1908… Masih ingat dengan tahun itu?

Tokoh-tokoh pergerakan waktu itu, baik dari Jawa maupun luar Jawa adalah keturunan para bangsawanan. Mengapa priyayi-priyayi Jawa yang menjadi sasaran tembak? Itupun masih menjadi misteri tersendiri buat saya.

Tapi saya yakin, sekali lagi, Belanda adalah penjajah yang cerdas. Entah kenapa saya berkeyakinan kalau insting mereka begitu tajam tentang karakter manusia jawa, khususnya para priyayinya yang notabene merupakan keturunan raja-raja besar yang pernah menguasai wilayah yang teramat luas di belahan dunia ini. Bukannya lebay atau apalah, tapi kalau kita mau menilik kebesaran Majapahit misalnya, betapa kerajaan ini merupakan salah satu imperium besar yang pernah ada di dunia ini. Begitu disegani dan dihormati oleh imperium lain yang juga sudah ada pada waktu itu.

Dan entah kenapa saya juga berkeyakinan kalau ketajaman insting Belanda itu adalah buah dari pengetahuan yang mereka dapatkan dari pembelajaran mereka pada kitab-kitab/naskah kuno yang berasal dari moyang kita.

Lihatlah ramalan Jayabaya yang begitu nyata… Mulai dari keruntuhan kerajaan-kerajaan nusantara, hingga hari kemerdekaan yang TEPAT sesuai dengan ramalannya… Bahkan, ramalan-ramalan Beliau masih menjadi kenyataan hingga saat ini. Wallahu a’lam..

Jadi, untuk apa Raffles (bukan hanya dia saya pikir) membawa dan mempelajari kitab-kitab kuno tersebut ke negara asalnya?

Prasangka buruk saya mengatakan, kalau salah satu tujuan mereka membawa kitab-kitab tersebut adalah justru untuk mematikan kejawaan orang jawa itu sendiri. Sebab, kalau orang-orang jawa mengenal kejawaannya, pastilah akan menjadi bumerang tersendiri bagi kaum penjajah.

Apa maksud dari pernyataan saya tersebut? Seperti kata pepatah, jika ingin merusak suatu negara, cukuplah rusak perempuannya.

Jika ingin tetap bercokol sebagai penguasa nusantara, hilangkanlah pengetahuan masyarakat nusantara tentang jati dirinya….

Dan dahsyatnya, pengaruh penjajah itu masih berlaku hingga sekarang.

Lihatlah bagaimana anak-anak muda sekarang begitu kagum terhadap budaya-budaya yang berasal dari luar sana, baik itu seni, olahraga, bahkan sekedar tampang mereka saja begitu digandrungi. Mbuehehehe.

Padahal, kita adalah keturunan bangsa yang besar. Keturunan para ksatria yang berhasil membangun sebuah imperium besar yang begitu disegani di dunia ini.

Kita punya sastra yang luar biasa… 

Kita punya peninggalan bangunan yang hingga saat ini, mereka, orang-orang barat masih mengagumi dan masih mempelajari bangunan hebat tersebut. 

Bayangkan, sebelum ada teknologi semen seperti saat ini, nenek moyang kita telah berhasil membuat bangunan-bangunan spektakuler macam Borobudur, prambanan dan bangunan spektakuler lainnya.

Saya tidak bermaksud merendahkan maupun meninggikan bangsa lain. Saya hanya sedang prihatin dengan kondisi bangsa ini, khususnya generasi muda yang masih belum paham tentang “posisi” dirinya sebagai manusia nusantara.

Betapa teknologi telah banyak mengubah mereka menjadi “penganut” barat, Timur, dan Barat Daya, tanpa paham siapa dia, siapa bangsanya, siapa moyangnya?

Bro, saya tidak begitu heran dengan menara di Perancis sana, maupun menara di Itali sana… Bagi saya, membuat candi Borobudur di jamannya adalah hal yang luar biasa! 

Untuk mengakhiri postingan ini… Semoga kita semua bisa menjaga pusaka warisan moyang kita. Termasuk sikap toleransi yang akhir-akhir ini dirasa kurang.

Katakan kepada orang-orang barat sana… Sebelum mereka mengkampanyekan Hak Azasi Manusia, sebelum mereka mengkampanyekan toleransi dan pluralisme, bangsa kita sudah memiliki semua itu.

Sejak Majapahit kita sudah hidup berdampingan secara damai. Sekali lagi, jangan tertipu dengan cerita hoax yang mengatakan kalau pada zaman Majapahit warganya terkotak-kotak bahkan tercerai berai karena agama. JANGAN PERCAYA!

Itulah salah satu hoax yang sudah digembar gemoborkan oleh penjajah dari dulu. Hoax yang pada suatu waktu bisa menjadi bom waktu bagi bangsa ini sendiri.

Yakinlah, sebagai manusia nusantara, sedari dulu kita sudah memiliki hukum dan adat yang melindungi bukan hanya manusianya saja, tapi juga lingkungannya… Itulah yang kita sebut sebagai kearifan lokal. Kearifan yang sudah terbentuk semasa moyang kita dahulu. Kearifan yang belum tentu dimiliki oleh semua masyarakat dunia.

Berbahagialah menjadi manusia nusantara yang sedari dulu sudah memiliki kalimat bhinneka tunggal ika tan hana dharma mangrwa (Terpecah belahlah itu, tetapi satu jugalah itu. Tidak ada kerancuan atau mendua dalam kebenaran).

Wallahu a’lam…
Wassalam…








4 comments found

  1. Saya menyebutnya demikian…
    Namun sepengetahuan saya. kata nusantara itu ditujukan utk seluruh pulau/negara yg diapit oleh 2 benua dan 2 samudera. Bukan hanya Indonesia saja.

    Ada yg menarik ttg penggunaan nama Indonesia ini. Berdasarkan informasi yg saya terima, ternyata penggunaan kata Indonesia ini sudah ada sejak jamannya mbah Hasyim (Hasyim Asy 'Ari)dulu. Ini yg sedang saya selidiki (kayak detektip Conan ajah yah saya)..hehhee…

  2. Hahahhaaa….

    Kalau bisa sih tempat lahirnya di Aberdeen, Washington.
    Ya… kayak pokalis band yg jadi paporit gue ul…. Kurt Donald Cobain "Nirvana".
    Hahahahaaaa…. GAGAH!

Leave comment

Your email address will not be published. Required fields are marked with *.